TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, WASHINGTON Pentagon menemukan retakan pada bilah-bilah turbin mesin jet F-35
Lightning II. Akibatnya, seluruh armada pesawat tempur generasi terbaru
itu pun dilarang terbang, sampai ditemukan akar masalahnya.
Keputusan
pelarangan terbang 51 unit F-35 tersebut diambil Pentagon, Jumat
(22/2/2013) waktu AS. "Masih terlalu dini untuk mengetahui dampak
keseluruhan penemuan masalah ini, tetapi untuk berjaga-jaga, seluruh
operasi F-35 dihentikan sampai penyelidikan telah tuntas dan penyebab
retaknya bilah-bilah mesin ini bisa dipahami sepenuhnya," tutur Kyra
Hawn, juru bicara program Joint Strike Fighter (JSF) yang mengembangkan
F-35 sejak awal.
Retakan pada bilah turbin jet tempur generasi
kelima tersebut ditemukan pada salah satu pesawat varian F-35A di
Pangkalan Udara Edwards, California. Mesin yang retak sudah dikirim ke
fasilitas produksi mesin Pratt&Whitney di Connecticut untuk
diselidiki.
Saat ini Departemen Pertahanan AS telah
mengoperasikan 51 pesawat dari tiga varian, yakni F-35A, F-35B, dan
F-35C. Semua masih dalam tahap uji coba operasional, belum dikerahkan ke
medan pertempuran yang sesungguhnya.
Pesawat F-35
digadang-gadang sebagai pesawat masa depan tulang punggung kekuatan
udara Angkatan Bersenjata AS. Varian F-35A dirancang untuk menggantikan
pesawat F-16 yang tinggal landas dan mendarat di landasan biasa dan
selama ini menjadi andalan Angkatan Udara AS (USAF).
Sementara
F-35B adalah pesawat yang dirancang tinggal landas dari landasan pendek
dan mendarat secara vertikal (STOVL). Varian ini akan menggantikan
armada pesawat AV-8B Harrier II yang selama ini menjadi andalan Korps
Marinir AS (USMC).
Varian ketiga F-35C adalah pesawat yang
dirancang untuk tinggal landas dan mendarat di atas geladak kapal induk.
Pesawat ini diplot untuk menggantikan jet-jet tempur F/A-18 yang jadi
andalan Angkatan Laut AS (US Navy) saat ini.
Pentagon berencana
membeli 2.443 unit pesawat canggih tersebut dalam beberapa tahun
mendatang. Beberapa negara sekutu utama AS juga turut serta dalam JSF
dan akan membeli pesawat tersebut.
Namun, proyek JSF dirundung
masalah sejak awal, yang membuat biaya pengembangan pesawat itu
membengkak hingga hampir 400 miliar dollar AS, dan pada gilirannya
membuat harga per unit pesawat sangat mahal. Beberapa negara sudah
mengurangi atau bahkan sudah mempertimbangkan untuk membatalkan
sementara pesanan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar